Driver Online Bisa Masuk Kategori UMKM atau Pekerja? Ini Jawabannya
Jakarta — pttogel Seiring dengan meningkatnya penggunaan layanan transportasi daring (online), perdebatan mengenai status hukum dan ekonomi para driver online kembali mencuat. Apakah mereka termasuk sebagai pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) atau seharusnya dikategorikan sebagai pekerja atau karyawan dari platform aplikasi tempat mereka beroperasi?
Pertanyaan ini bukan hanya soal klasifikasi, tapi juga menyangkut perlindungan hukum, hak-hak ketenagakerjaan, akses pembiayaan, hingga regulasi perpajakan. Pemerintah, perusahaan penyedia aplikasi, dan para pengemudi sendiri memiliki pandangan berbeda yang mempengaruhi arah kebijakan di masa depan.
baca juga: viral-kibas-rambut-perempuan-uea-saat-sambut-trump-apa-artinya
Apa Itu UMKM dan Siapa yang Termasuk di Dalamnya?
UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah kategori pelaku usaha yang ditetapkan berdasarkan jumlah aset dan omzet tahunan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
Kriteria umum UMKM:
-
Usaha Mikro: Aset maksimal Rp 50 juta (di luar tanah dan bangunan), omzet maksimal Rp 300 juta per tahun.
-
Usaha Kecil: Aset Rp 50 juta–Rp 500 juta, omzet Rp 300 juta–Rp 2,5 miliar per tahun.
-
Usaha Menengah: Aset Rp 500 juta–Rp 10 miliar, omzet Rp 2,5 miliar–Rp 50 miliar per tahun.
Jika merujuk pada UU ini, driver online yang bekerja secara mandiri dan memiliki kendaraan sendiri serta mengatur sendiri jadwal kerja mereka bisa dikategorikan sebagai pelaku usaha mikro. Banyak dari mereka juga terdaftar sebagai mitra dalam bentuk hubungan bisnis, bukan hubungan kerja langsung.
Tapi Apakah Mereka Pekerja?
Di sisi lain, status “mitra” yang digunakan oleh aplikasi ride-hailing seperti Gojek, Grab, Maxim, dan lainnya telah menimbulkan pertanyaan besar. Banyak pihak menilai bahwa mekanisme kerja driver online memiliki kemiripan dengan hubungan kerja formal, seperti:
-
Kewajiban mengikuti aturan platform.
-
Diberikan penalti jika melanggar SOP.
-
Terikat sistem peringkat dan performa.
-
Tidak bebas menentukan tarif sendiri.
Berdasarkan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, seorang pekerja adalah mereka yang bekerja di bawah perintah pemberi kerja dan menerima upah. Dalam konteks ini, beberapa pihak menilai bahwa driver online memiliki karakteristik sebagai pekerja, walau tidak secara formal disebut sebagai karyawan tetap.
Pandangan Pemerintah: Mitra atau Pekerja?
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan pernah menyatakan bahwa status driver online adalah “pekerja mandiri” atau mitra, bukan karyawan perusahaan platform. Oleh karena itu, mereka tidak mendapat fasilitas seperti:
-
Gaji tetap
-
BPJS Ketenagakerjaan dari pemberi kerja
-
Pesangon jika hubungan kerja berakhir
Namun, Kementerian Koperasi dan UKM mendorong agar para driver online mendaftar sebagai pelaku UMKM, karena mereka memenuhi unsur usaha mandiri. Bahkan, beberapa pemerintah daerah sudah membuat program bantuan UMKM untuk pengemudi online dalam bentuk bantuan modal, pelatihan digital, dan akses koperasi.
Apa Kata Para Driver Online?
Banyak driver online yang merasa “terjebak di antara dua dunia”. Di satu sisi mereka dianggap sebagai pelaku usaha yang harus mandiri secara ekonomi, namun di sisi lain mereka sangat tergantung pada sistem dan aturan yang ditetapkan oleh perusahaan aplikasi.
Keluhan umum yang muncul:
-
Tidak ada perlindungan sosial jika sakit atau mengalami kecelakaan.
-
Sistem bonus dan insentif berubah-ubah sepihak.
-
Tidak punya posisi tawar untuk negosiasi tarif.
-
Merasa “bekerja”, tapi tanpa jaminan kerja.
Karena itu, banyak serikat pengemudi dan komunitas ojek online mendorong perubahan status menjadi pekerja kontrak dengan jaminan perlindungan tenaga kerja, tanpa menghilangkan fleksibilitas kerja.
Solusi Jalan Tengah: Status Pekerja Mandiri dengan Perlindungan
Beberapa negara telah mulai mengatur hal ini dengan cara yang lebih seimbang. Contohnya:
-
Spanyol: Pemerintah menetapkan bahwa driver ojek online adalah pekerja resmi.
-
Inggris: Menetapkan status “worker” (bukan employee, bukan self-employed), yang memberi hak minimum seperti cuti dan upah minimum.
-
Indonesia: Sedang mengembangkan skema jaminan sosial pekerja mandiri dan membuka program UMKM untuk driver online.
Dengan solusi jalan tengah ini, driver online bisa tetap dianggap sebagai pelaku usaha mandiri, tapi mendapat jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan, subsidi BBM, hingga pelatihan usaha.
Kesimpulan: Bisa Dua-duanya, Tergantung Perspektif dan Tujuan
Secara formal, driver online dapat dikategorikan sebagai pelaku UMKM, terutama jika mereka mengelola kendaraan sendiri dan bekerja secara independen. Namun dari sisi relasi kerja dan sistem operasional, banyak elemen yang menunjukkan bahwa mereka berfungsi seperti pekerja pada umumnya, yang semestinya mendapat perlindungan hukum dan jaminan sosial.
Maka, diperlukan pendekatan regulasi yang fleksibel dan berpihak pada keadilan, agar jutaan driver online di Indonesia bisa terus beroperasi secara berkelanjutan, produktif, dan terlindungi.
sumber artikel: www.thaichili2go.com