KPK: Paulus Tannos Berstatus DPO, Dilarang Ajukan Praperadilan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa tersangka kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, tidak memiliki hak untuk mengajukan gugatan praperadilan. Gugatan itu sebelumnya didaftarkan Paulus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (25/11).
Pernyataan tersebut disampaikan KPK dalam jawaban resmi terhadap permohonan praperadilan Paulus. Perwakilan Biro Hukum KPK, Ariansyah, menjelaskan bahwa Paulus masih berstatus buron atau daftar pencarian orang (DPO), sehingga berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018, ia dilarang mengajukan praperadilan.
“Karena Pemohon masih berstatus DPO dan tidak berada dalam yurisdiksi hukum Indonesia, maka ia secara hukum tidak berwenang mengajukan praperadilan,” ucap Ariansyah.
Ia menambahkan, sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor 82 pada 5 Agustus 2019, Paulus telah beberapa kali dipanggil penyidik sebagai saksi maupun tersangka, namun tak pernah hadir. KPK menduga Paulus berada di Singapura dan kerap berpindah antarnegara. Karena itu, surat pemanggilan dikirimkan ke alamatnya di Indonesia maupun Singapura, namun tetap tidak direspons.
“Pemohon tidak pernah memenuhi panggilan, baik sebagai saksi maupun tersangka,” lanjutnya.
Selain itu, Paulus diketahui telah menjadi warga negara Guinea-Bissau sejak 2019, sehingga pergerakannya di luar negeri sulit dilacak. Hingga kini, status buron Paulus tetap berlaku berdasarkan surat DPO dari Bareskrim Polri.
Keterlibatan Paulus dalam Kasus e-KTP
Dalam jawaban persidangan, KPK juga memaparkan peran Paulus dalam proyek pengadaan e-KTP. Sebagai pemilik PT Sandipala Arthaputra, Paulus disebut aktif mengikuti rapat-rapat persiapan proyek di ruko Fatmawati. Paulus juga diketahui mengenal Mendagri saat itu, Gamawan Fauzi, sejak keduanya terlibat kerja sama proyek pembangkit listrik di Padang ketika Gamawan menjabat Gubernur Sumatera Barat.
KPK menyebut konsorsium PNRI, yang juga melibatkan perusahaan Paulus, sudah diarahkan menjadi pemenang tender e-KTP sejak awal. Proses lelang dinilai diatur dan tidak sesuai ketentuan, dengan campur tangan Husni Fahmi selaku Ketua Tim Teknis serta Drajat Wisnu Setyawan sebagai Ketua Panitia Pengadaan yang mendapatkan arahan dari Dirjen Dukcapil, Irman.
Tak berhenti di situ, Paulus juga disebut pernah bertemu dengan Ketua DPR saat itu, Setya Novanto, di kediamannya. Setelah konsorsium ditetapkan sebagai pemenang, Setya Novanto dan Chairuman Harahap menagih commitment fee sebesar 5 persen dari nilai proyek dalam pertemuan di Equity Building. Paulus dan Andi Agustinus alias Andi Narogong kemudian menyanggupi permintaan tersebut setelah ada pembayaran dari Kemendagri.
KPK juga mengungkap adanya transaksi jual beli tanah pada 2012, saat proyek e-KTP berjalan. Adik Gamawan Fauzi, Azmin Aulia, diketahui membeli tanah milik Paulus di kawasan Brawijaya, Jakarta Selatan. Gamawan sendiri pernah diperiksa KPK dalam proses penyidikan kasus ini. Menurut KPK, keterlibatan Paulus didukung lebih dari dua alat bukti, termasuk keterangan para saksi dalam BAP dan persidangan.
Bantahan dari Pihak Paulus
Di sisi lain, kuasa hukum Paulus, Damian Agata Yuvens, menilai status DPO kliennya tidak relevan. Ia menyebut KPK selalu mengetahui keberadaan Paulus dan bahkan pernah berkomunikasi dengan penyidik.
Ini diperkuat dengan fakta bahwa Paulus sudah memberi keterangan sebagai saksi dalam kasus Andi Narogong pada 2017, yang juga tercatat dalam putusan Pengadilan Tipikor Nomor 100/2017. Damian juga menyebut bahwa komunikasi dengan KPK masih terjadi pada November 2021, sebelum tiba-tiba Paulus dimasukkan ke daftar buronan pada 19 Oktober 2021. Tvtogel
“Kalau benar tidak tahu keberadaan Pemohon, bagaimana mungkin kini ia sedang ditahan di luar negeri? Artinya keberadaannya jelas,” tegas Damian.
Proses Hukum Terbaru
Gugatan Paulus terdaftar dengan nomor perkara 143/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL, yang mempersoalkan sah tidaknya penangkapan. KPK melalui juru bicara Budi Prasetyo menyatakan tetap menghormati langkah hukum yang diambil Paulus.
Paulus ditetapkan sebagai tersangka sejak 2019, namun menetap di Singapura bersama keluarga dan sempat menjadi sulit diringkus. Ia sempat mengganti nama menjadi Tjhin Thian Po serta memegang paspor Guinea-Bissau. Pelariannya berakhir saat KPK bekerja sama dengan otoritas Singapura menangkap Paulus pada 17 Januari lalu.
Setelah ditangkap, ia ditahan di Changi Prison sambil menunggu proses ekstradisi ke Indonesia. Paulus sempat menggugat penahanan itu di pengadilan Singapura, namun permohonannya ditolak. Hingga kini, proses sidang ekstradisi masih berjalan di negara tersebut.
Sumber : thaichili2go.com

